Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Murid Tuna Cakap Belajar

Murid Tuna Cakap Belajar


Pengertian tentang murid tuna cakap belajar nampaknya cenderung belum memasyarakat, karena istilah yang sudah lazim digunakan dalam pendidikan di Indonesia adalah murid yang mengalami kesulitan belajar dengan subutan anak “berkesulitan belajar”. Secara esensial kedua istilah tersebut dapat di katakan “Identik”. Meskipun jika di lihat dari faktor yang menimbulkan ketunacakapan belajar cenderung labih bersifat internal (faktor yang berasal dari dalam diri anak). Tuna cakap belajar sebagai terjemahan dan learning di sabilities. Keragaman istilah ini di sebabkan oleh sudut pandang ahli yang berbeda-beda, seperti di kemukankan berikut ini :


a.       Kelompok ahli pendidikan menyebutnya dengan istilah “Educationally Handicapped”. Di gunakan istilah ini karena murid-muirid di tinjau mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pendidikan, sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus sesuai dengan bentuk dan derajat kesulitannya.layanan ini tidak hanya berkaitan dengan kesulitan yang di hadapinya tetapi juga dalam strategi atau pendekatan bantuannya (Hallan dan Kauffman, 1991).


b.      Bidang medis menyebutnya dengan Brain Injured, minimal Brain Dyshfuncion, alasannya karena dari hasil deteksi secara medis anak-anak tuna cakap belajar mengalami penyimpangan dalam perkembangan otaknya, yang diakibatkan adanya masalah pada saat persalinan atau memang sejak lahir mengalami penyimpangn.


c.       Kelompok ahli Psiko Linguistik menggunakan istilah language disorders karena anak-anak tuna cakap belajar cenderung mengalami bangguan meliiputi ekspresif  yaitu kemampuan menangkap ide atau menangkap perasaan orang lain yaitu disampaikan secara lisan.


Di bawah ini di kemukakan beberapa definisi tentang learning disabilities yang dikemukakan oleh para ahli. Samuel Kirk (1971). Mengemukakakn definisi learning disabilities adalah murid yang tidak digolongkan kepada katergori di bawah normal (keluarbiasaan), namun mereka yang mengalami kelemahan dalam berbicara perceptual-motorik (berbahasa), persepsi visual dan auditorium. Canadian Associatiaon for children and adults with learning disabilities (1981), menjelasakan pergertian tentang murid berkesulitan berlajar yaitu merekan yang tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah meskipun kecerdasannya termasuk normal sedikit di atas normal, atau sedikit di bawah normal. Keadaan ini sebagai akibat disfungsi minimal otak yang terjadi karena penyimpangan perkembanngan otak yang dapat berwujud dalam berbagai kombinasi gejala gangguan, seperti : gangguan persepsi, pembentukan konsip, bahasan, ingatan, control perhatian atau gangguan motori. Keadaan ini tidak disebabkan oleh ganguan prima pada penglihatan, pendengaran, cacat motorik atau ganguan emosional, retardasi mental, atau akibat lingkungan (cartwringht, dkk, 1984).


Kesulitan belajar lebih di definisikan sebagai gangguan perceptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam proses belajar. Dan uraian di atas dapat di katakana bahwa kesulitan belajar atau learning disabilities merupakan istilah generik yang merujuk kepada keragaman di mana gangguan tersebut di wujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar.


 


Jenis-Jenis Tuna-Cakap Belajar



1. Minimal Brain Dysfunction


Minimal Brain Dysfunction adalah ketidak berfungsian minimal otak digunkan untuk merujuk suatu kondisi gangguan syaraf minimal pada murid. Ketak berfungsian ini bisa termani frestasi dalam berbagai kombinasi kesulitan seperti : persepsi, konseptualisasi, bahasa, memori pengendalaian perhatian, impulse (dorongan) atau fungsi motorik.


 


Beberapa symptom spesefik dari ketakberfungsian otak minimal ialah :


1.   Kelemahan Dalam Persepsi dan Pembentukan Konsep


2.   Gangguan Berbicara dan Komunikasi


3.   Gangguan Fungsi Motorik


4.   Prestasi dan Penyesuaian Akademik


5.   Karakteristik Emosional


6. Gangguan Proses Berfikir


1. Aphasia


Aphasia merujuk kepada suatu kondisi dimana anak gagal menguasai ucapan-ucapan bahasa yang bermakna pada usia 3.0 tahun-an. Ketak cakapan bicara ini dapat dijelaskan karena faktor ketulian, ketebelakangan mental, gangguan bicara, atau faktor lingkungan.


Secara garisa besar simpton aphasia digolongkan ke dalam 3 karakteristik utama berikut ini:


1.      Receptive aphasia


a.       Tidak dapat memahami apa yang terjadi dalam gambar


b.      Tidak daapt memahami apa yang ia baca


2.      Expressive aphasia


a.   Jarang bicara di kelas


b.      Kesulitan dalam melakukan peniruan


c.       Banyak pembicaraan yang tidka sejalan dengan ide


d.      Jarang menampilkan gesture (gerak tangan)


e.       Ketakcakapan menggambar dan menulis


1.      Inner aphasia


a.       Tidak mampu melakukan asosiasi, menyebabkan sulit berpikir abstrak


b.      Memberikan respon yang tak layank atas panggilan/sahutan


c.       Lamban merespon.


2. Dyslexia


Dyslexia, ketakcakapan membaca adalah jenis lain gangguan belajar. Istilah ini digunakan di dalam dunia medis tetapi saat ini digunkan dalam dunia pendidikan dalam mengidentifikasi anak-anak berkecerdasan normal yang mengalami kesulitan berkompetisi dengan temannya di sekolah. Symptom umum yang sering ditampilkan anak dysfexia ialah :


a.       Kelemahan Orientasi kanan-kiri


b.      Kecendrungan membaca kata bergerak mundur, seperti “dia” dibaca “aid”


c.       Kelemahan keterampilan jari


d.      Kesulitan dalam berhitung, kesalahan hitung


e.       Kelemahan memori otak


f.       Kelemahan memori visual tidak mampu memvisualkan kembali objek kata, atau huruf


g.      Dalam membaca keras tidak mampu menkonversikan symbol visual dalam symbol auditif yang sejalan dengan bunyi kata secara benar yang diucapkan tidak sesuai dengan apa yang dilihatnya.


3. Kelemahan Perseptual atau Perseptual-Motorik


Kelemahan perseptual dan perseptual-motorik sebenarnya merujuk kepada masalah yang sama. Persepsi ini membedakan stimulasi sensoris yang pada gilirannya harus diorganisasikan ke dalam pola-pola yang bermakna


1. Karakteristik Murid Tuna Cakap Belajar


Karakteristik tuna cakap belajar yang ditemukan pada murid kecendrungan menunjukkan kesulitan dalam hal-hal berikut :


 


 


a. Aspek Kognitif


Yaitu murid yang menunjukkan karakteristik kesulitan dalam masalah-masalah khusus, seperti : kemampuan membaca, menulis mendengarkan, berpikir dan matematis


Kasus kesulitan membaca (dyslexia) yang sering ditemukan di sekolah merupakan contoh klasik kurang berfungsinya aspek kognitif anak yang mengalami tuna cakap belajar. Kasus-kasus ini membuktikan bahwa anak tuna cakap belajar memiliki kemempuan kognitif yang normal, akan tetapi kemempuan tersebut tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi keterbelakangan akademik (academic retardation), yakni terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan dengan apa yang dicapainya secara nyata.


 


b. Aspek Bahasa


Yaitu murid yang menunjukkan karakteristik kesulitan dalam mengekspresikan diri, baik secara lisan (verbal) maupun tertulis. Dengan kata lain murid yang mengalami tuna cakap belajar dalam aspek bahasa,cenderung mengalami kesulitan dalam menerima dan memahami bahasa (bahasa reseptif ) serta dalam mengekpresikan diri secara verbal (bahasa ekspresif).


c. Aspek motorik


Masalah motorik murupakan salah satu masalah yang dikaitkan dengan murid tuna cakap belajar yang behubungan dengan keulitan dalam keterampilan motorik-perseptual (perceptual-motorproblem) yang deperlukan untuk mengembangakan keterampilan meniru rancangan atau pola, kemampuan ini diperlukan untuk menggambar, menulis menggunakan gunting, serta sangat diperlukan koordinasi yang baik antara tangan dan mata, yang dalam banyak hal koordinasi tersebut kurang dimanfaatkan murid yang mengalami tuna cakap belajar.


d. Aspek Sosial dan Emosi


Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteistik social-emosional murid tuna cakap belajar ialah kelabilan emosional dan keimpulsif-an. Kelebihan emosi onal ditunjukkan sering berubahnya suasana hati dan temperamen yang menyebabkan lemahnya pengendalaia terhadap dorongan-dororangan.


 


2. Identivikasi Ketuna-Cakapan Belajar


Prosedur didentifikasi dan metode pengajaran yang digunakan untuk murid yang mengalami tuna cakap belajar, memiliki prinsip-prinsip dengan evaluasi yang perlu dipahami para guru. Prinsip-prinsip dasar tersebut sebagai berikut :


a.           Tes atau teknik evaluasi lain harus diberikan dalam bahasan anak dapat dipahami oleh anak.


b.          Tidak ada prosedur tunggal yang bisa digunakan untuk menentukan program pendidikan yang layak bagi anak berkesulitan belajar.


c.           Evaluasi harus dilakukan oleh rim dari berbagai disiplin, setidak-tidaknya terdiri atas seorang guru atau ahli yang lain yang mengetahui masalah berkesulitan.


 


Berikut merupakan prosedur lain yang diperlukan dalam menilai seorang murid yang diduga memiliki tuna cakap belajar yang khusus (kantor pendidikan Amerika, 1977).


a.           Penambahan anggota tim. Setiap tim berasal dari berbagai disiplin harus meliputi (1) guru tetap, dan (2) seseorang ahli yang melakukan ujian diagnostik (ahli psikologi dan guru ahli remedial)


b.          Kreteria untuk menentukan ketunacakapan belajar yang khusus.


 


1.   Seorang anak dikatakan mengalami tuna cakap belajar jika murid tidak mampu mencapai prestasi sesuai usia dan tingkat kecakapan dalam satu atau lebih bidang :


a.   Ekspresi lisan


b.   Mendengarkan pemahaman


c.   Ekspresi tulisan


d.   Keterampilan membaca dasar


e.   Membaca pemahaman


f.    Perhitungan matemaris


g.   Berpikir matematis


 


2.   Seorang murid tidak diidentifikasikan mengalami tuna cakap belajar jika kesenjangan antara kecakapan dengan prestasi disebabkan oleh :


a.   Hambatan visual, pendengaran, atau motorik


b.   Keterbelakangan mental


c.   Gangguan emosional


d.   Keterberutungan lingkungan, kultur, atau ekonomis


c.           Observasi


a.   Guru melakukan pengamatan terhadap kegiatan belajar murid di kelas


b.   Mengamati murid dalam suatu lingkungan yang cocok bagi murid sesuai dengan usianya.


d.          Laporan Tulis


1.      Tim mempersiapkan laporan tertulis hasil evaluasi


2.      Dalam laporan itu harus meliputi laporan berikut :


a.     Tuna cakap belajar khusus apa yag dialami murid


b.     Dasar yang digunakan untuk menentukan jenis ketuna cakapan


c.     Prilaku-prilaku yang relevan yang tercatat selama dilakukannya pengamatan


d.     Hubungan antara perilaku tersebut dengan keberfungsian belajar murid


e.     Temuan-temuan medis yang relevan dengan pendidikan


f.      Kesenjangan antara prestasi dan kecakapan yang tak dapat diatasi tanpa pendidikan dan layanan khusus.


 


3. Faktor-Faktor Yang Menimbulkan Ketuna-Cakapan Belajar


Jerome Rosner  (1993) melihat bahwa hal-hal yang paling umum, yang secara langsung berkaitan dengan masalah kesulitan khususnya dalam ketunacakapan belajar murid di tingkat sekolah dasar ialah keterlambatan dalam perkembangan ketermpilan perseptual dan kecakapan berbahasa.


Selanjutnya, kephart (1967) mengelompokkan penyebab ketuna cakapan belajar kedalam katagori utama yaitu :


 


a. Kerusakan Otak


Kerusakan otak berarti terjadinya kerusakan syaraf seperti dalam satu kasus encephalitis, meningitis, toksik. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan gangguan fungsi otak yang diperlukan untuk prosis belajar pada anak remaja. Pada anak yang mengalami minimal brain dysfunction pada saat lahir akan menjadi masalah besar pada saat anak mengalami proses belajar.


 


b. Faktor Gangguan Emosional


Gangguan emosional terjadi karena adanya trauma emosional yang berkepanjangan sehingga menggangu hubungan fungsional sistem urat syaraf



c. Faktor “Pengalaman”


Faktor pengalaman mencakup faktor-faktor seperti kesenjangan perkembangan dengan kemiskinan pengalaman lingkungannya. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh anak yang terbatas memperoleh rangsangan lingkungan yang layak atau tidak memperoleh kesempatan menangani peralatan atau mainan tertentu, kesempatan seperti ini dapat mempermudah anak dalam mengembangkan keterampilan manipulatif dalam penggunaan alat tulis seperti pensil atau bollpoint.


Biasanya kemiskinan pengalaman ini berkaitan erat dengan konisi sosial ekonomi orang tua, sehingga seringkali juga berkaitan erat dengan masalah kekurangan gizi yang pada akhirnya dapat menggamggu perkembangan dan keberfungsian otak.


Dalam perspektif yang lebih luas, faktor yang menimbulkan tuna cakap belajar pada murid dapat di gambarkan seperti berikut :


































 

1












 

Penyebab asal



 


 










 



















4



















 

Keragaman Gaya Belajar

Fisiologis                                                                         Psikologi

Visual vs Auditif

Kinstetik vs Auditif/Visual

Perbal vs Performan

Bahasa vs Nonbahasa

Aktif vs Lemah

Kooperatif vs Menghindar

Kombinasi vs Berbagai Gaya



Hasil









Bagan di atas menelusuri tahapan dalam tuna cakap belajar yang diklasifikasikan ke dalam empat tahapan yaitu melai dari penyebab sampai hasil. Penjelasannya dapat diuraikan  sebagai berikut :


Tahapan 1 menunjukkan penyebab asli, baik yang terjadi pada saat kelahiran (baru lahir) maupun setelah lahir (diperoleh). Hasil tahapan 1 ini terwujud dalam


Tahapan 2 yang cenderung berupa kerusakan otak, ketidak seimbangan kimiawi hambatan emosional kesenjangan kematangan, dan kemiskinan pengalaman yang dapat menimbulkan kesulitan dalam persepsi pembentukan konsep, memori dan proses lainnya.


Tahapan 3 kesulitan-kesulitan yang terjadi pada tahapan ke 3 menghasilakan berbagai gaya belajar sebagaimana tampak pada tahapan 4 jika dilihat dari proses tersebut, maka ketunacakapan belajar dapat disebabkan oleh faktor ganda, faktor pada tahapan 2 lebih banyak menyangkut aspek medis, biologis, atau sosiologis sehingga bidangmedis lebih banyak terlibat dalam penanganan masalah ini. Sedangkan pada tahapan ke 3 akan lebih banyak melibarkan ahli psikologi dan pada tahapan 4 akan banyak melibatkan guru dan alhli pendidikan. Gaya belajar tahapan ke 4 merupakan hal yang baru tetapi merupakan dimensi yang sangat penting dalam memahami ketunacakapan belajar murid.


Sebagai contoh, seorang murid yang mempunyai gaya belajar audirif tentu tidak akan efektif mencerna informasi yang disajikan melalui rangsangan visual. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekeliruan dalam gaya penyajian dapat menimbulkan kelambanan atau kegagalan yang dialaminya dalam belajar pada saat ini. Oleh karena itu guru, seyognya memahami benar faktor-faktor yang dapat menimbulkan kesulitan pada muridnya, terlebih pada murid yang mengalami tuna cakap belajar.


 


 


4. Teknik Membantu Anak Tuna Cakap Belajar dan Pencegahannya


Cartwright (1984), mengemukakan secara rinci tentang cara mengajar murid yang mengalami tuna cakap belajar adalah sebagai berikut :


 


a. Bagi murid yang memiliki masalah pendengaran dan penglihatan


1.      Guru duduk seperti murid di depan kelas


2.      Membeikan tugas kelompok dengan dibantu oleh temannya untuk memberikan penjelasan tentang petunjuk bagi semua tugas yang diberikan


3.      Guru memberikan petunjuk secara tertulis dan lisan untuk semua tugas yang diberikan


 


b. Bagi murid yang memiliki masalah pendengaran


1.      Menggunakan alat-alat visual, seperti : peta, slide, gambar-gambardan garfik pada saat proses pembelajaran


2.      Merangkum materi pokok dari setiap mata pelajaran di akhir proses pembelajaran.


3.      Memberikan rancangan tertulis bagi setiap pokok bahasan pelajaran


4.      Membantu murid untuk mengingat pelajaran dengan teknik mnemonic (teknik untuk memperkuat daya ingat terhadap pelajaran yang telah diberikan.)


5.      Menggunakan tape recorder pada saat guru sedang mengajar (menjelaskan)


 


c. Bagi murid yang mengalami masalah visual (penglihatan) dan motorik (gerak)


a.       Menggunakan bahan-bahan bacaan yang sesuai dengan tingkat kelas murid.


b.      Memberikan kesempatan kepada murid untuk merekam penjelasan guru, diskusi, dan petunjuk, dari pada harus mencatatnya.


c.       Memberikan tugas-tugas secara tertullis yang sederhanan


d.      Mencoba meberikan tes lisan


e.       Memberikan tes tulisan yang beragam, seperti menjodohkan, pilihan ganda, salah benar, dan isian singkat.


f.       Mamberikan tugas-tugas yang bervariasi dengan melalui model, diagram, tape recorder, slide dan penyajian secara terurut.


g.      Mamberikan rancangan tertulis tentang tugas membaca secara singkat


 


Cara menilai (Megevaluasi) Murid Tuan Cakap Belajar



Cartwrint (1984) mengemukakan pula secara rinci tentang cara menilai murid tuna cakap belajar sebagai berikut :


a.       Menyusun ilustrasi dari setiap pokok basasan yang diteskan


b.      Mempersiapkan glosari atau kata-kata khusus dan definisi dari setiap konsep yang diajarkan


c.       Membuat kartun atau gambar yang menjelaskan tentang gagasan dari setiap pokok bahasan/sub pokok bahasan


d.      Membuat rangkaian gambar yang berhubungan dengan gagasan yang beragam dalam setiap sub pokok bahasan


e.       Membuat majalah dinding


f.       Menulis atau merekam berita mengenai suatu hal yang berkaitan dengan pelajaran


g.      Mewawancarai seseorang yang memahami topic-topik pelajaran


h.      Mampelajari informasi baru dari jurnal, yang sesuai dengan materi pelajaran


i.        Mempersiapkan proposal penelitian


j.        Mempersiapkan slide, filmstrip, atau penyajian bideotape bagi kelompok


 


Ada dua dasar layanan bimbingan yang dapat dikembangakan secara terpadu dengan proses pembelajaran dalam upaya membantu tuna cakap belajar Jerome Rosner (1993) menggolongkan pola tersebut dalam layanan Remediasi, Konpensasai dan Prevensi.



a.       Layanan remediasi terfokus kepada upaya menyembuhkan, mengurangi atau jika mungkin menghilangkan kesulitan . layanan ini dipersiapkan untuk mengatasi kekurangan dalam keterampilan perseptual dan berbahasa sehingga remediasi ini mengubah dan memperbaiki keterampilan murid sehingga dia dapat belajar dan kondisi normal dan tidak perlu menyiapkan kondisi sekolah khusus.


 


b.      Layanan konpensasi yaitu mangaembangkan komisi pembelajaran khusus luar kondisi yang normal atau baku yang memungkinkan murid memperoleh kemajuan yang memuaskan dalam keadaan kekurang terampilan perceptual dan bahasa. Layanan yang bersifat kompensasi ini hendaknya memperhatikan patokan atau rambu-rambu berikut :


1.      Fahami dan pastikan bahwa murid memiliki pengetahuan faktual yang diperlukan dalam mempelajari bahan ajaran


2.      Batasi jumlah informasi baru kepada hal-hal yang tercantum pada bahan atau unit ajaran dan sampaikan sedikit demi sedikit


3.      Sajikan informasi secara jelas tenteng apa yang harus murid pelajari


4.      Nyatakan secara eksplisit bahwa informasi yang diajarkan berkaitan dengan informasi yang telah dimiliki murid


5.      jika murid sudah mampu menguasai unit-unit kecil perkenalkan dia kepada unit-unit yang lebih besar


6.      Siapkan pengalaman ulang untuk memperkuat informasi baru dalam ingatan murid


 


Selanjutnya Jerome Rosner (1993), mengemukakakn petunjuk pengambilan keputusan dalam melakukan treatment sebagai berikut:



Pertama, mengidentifikasi kasus utama tentang ketunacakapan belajar yang secara signifikan mengganggu perkembangan kemempuan pokok belajara murid. Yang termasuk dalam kemampuan pokok belajar murid yaitu:


1.      Keterampilan-keterampilan perseptual, yang dapat diidentifikasi melalui system “coding” bentuk bacaan, tulisan, ejaan, dan hitungan


2.      Bahasa, yang berkaitan dengan upaya murid dalam memperoleh informasi.


 


Kedua, mengidentifikasi dan menilai kemampuan pokok belajar murid baik dalam hal keterampilan perceptual maupun bahasa


 


Ketiga, memberikan remedisi terhadap kelemahan-kelemahan melalui proses pembelajaran.


 


Tiga faktor yang perlu diperhatikan dalalm mengambil keputusan (faktor-faktor prognosik) untuk melakukan treatment, yaitu :


1.      Kasus yang mungkin terjadi baik menyangkut aspek kelemahan bahasa atau keterampilan perseptual


2.      Usia murid dan kelemahan dalamprestasi belajarnya di sekolah


3.      Tersedianya sumber-sumber emosi, fisik, waktu, dan energi yang diperlukan dalam program remedial.


 


c. Prevensi


Langkah pertama dalam prevensi adalah mengidentifikasi murid sebelum dia mengalami kesulitan atau ketunacakapan belajar di sekolah.


Langkah ini dilaksanakan melalui tes atau pemeriksaan terhadap aspek-aspek pribadi murid yaitu sebagai berikut :


1.      Kesehatan


Mengetahui kesehatan murid perlu keterangan dari dokter ahli anak (pediatrician) yang menjelaskan tentang kondisi kesehatan murid.


2.      Perkembangan


Perkembangan murid perlu dipahami itu menyengkut aspek-aspek sosial, bahasa, motor dan tingkah laku adaptif.


 


3.      Penglihatan dan Pendengaran


Untuk mengetahui kondisi penglihatan dan pendengaran murid dapat diperoleh keterangan dari dokter ahli telinga (THT)


 


4.      Keterampilan dan Perseptual


Untuk mengetahui keterampilan perseptual ini dapat melalui pemeriksaan di samping dari ahli mata juga melalui tes psikologis tentang keterampilan perceptual, penglihatan, dan pendengaran.


 


5.      Usia Pra Sekolah


Banyak anak yang masuk sekolah sebelum usia lima tahun, mereka perlu dipilih secara hati-hati apakah akan mengalami resiko atau tidak.


 


6.      Usia Masuk TK


Menurut aturan anak-anak tidak boleh masuk TK sebelum usia lima tahun. Nyatanya ditemukan anak yang belum berusia lima tahun sudah menampilkan perkembangan yang baik dalam perilaku sosial, bahasa, dan penyesuaian dirinya. Namun anak seperti itu relative masih sangat sedikit.









BAB III



PENUTUP



3.1. Kesimpulan


Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulakan bahwa ketunacakapan belajar pada murid dapat mempengaruhi proses belajar. Kekeliruan dalam gaya penyajian dapat menimbulkan kelambanan atau kegagalan yang dialaminya dalam belajar. Oleh karena itu guru, seyognya memahami benar faktor-faktor yang dapat menimbulkan kesulitan pada muridnya, terlebih pada murid yang mengalami tuna cakap belajar. Mereka memerlukan layanan dan metode secara khusus sesuai bentuk dan tingkat kesulitannya serta cara pemecahannya melalui strategi atau bantuan yang tepat agar mereka dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, sesuai tujuan Pendidikan Nasional.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


DAFTAR PUSTAKA



Bush, Wilma Jo & Waugh, Kenneth W. (1976) Diagnosing Learning Disability, Ohio : Charles E. Merril Pub. Co.


Cartwright, Philip G.et. all. (1984), Educating Special Learners Wadswonth, California : Inc. Belmont.


Hallahan, P. Daniel dan Kauffman M. James, (1991) Exceptional Children Introduction to Special Education, 4 th, N.Y : Englewood Cliffs, Prenticehall, Inc.


Permanaria Somad, (1995) Bimbingan Belajar Membaca Bagi Siswa Berkesulitan Membaca. Tesis Program Pascasarjana, Tidak Diterbitkan.


Rosner, Jerome, (1993) Helping Childern Overcome Learning Defficulties, New York : Wolker and Company.


Sunaryo K & Nyoman Dantes, (1996) Landasan-landasan Pendidikan Di Sekolah Dasar, Jakarta : Proyek Pengembangan PGSD, Depdikbud.


Sutjihati Somantri, T, (1995) Masalah-masalah Psikologi Anak Luar Biasa, Depdikbud, Dikti.


 

Post a Comment for "Murid Tuna Cakap Belajar"