Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Contextual Teaching Learning (CTL)

Contextual Teaching Learning (CTL)


1. Hakikat Pendekatan Kontekstual


Pendekatan kontekstual atau disebut juga Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi (content) yang diajarkan dengan situasi dunia nyata (context) dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan tenaga kerja (Blanchard, 2001; Depdikbud, 2002). Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memunngkinkan siswa-siswa TK sampai SMU untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan (University of Washington, 2001). Jadi pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman siswa sesungguhnya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana meencapainya. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang meemerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti.


Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada member informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).


 


2. Kompponen-komponen CTL


The Washington State for Contextual Teaching and Learning (2002) telah mengidentifikasi tujuh komponen utara sebagai landasan pembelajaran kontekstual yaitu; kontruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemmodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya.


a. Kontruktivisme


Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofis) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun berdasarkan schemata yang telah ada sebelumnya (Bodner, 1986; Driver & Beil, 1986). Strategi memperoleh pengetahuan dan pengalaman lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: 1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, 2) member kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan 3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.


b. Menemukan


Meneemukan (inquiry) adalah suatu kegiatan penyelidikan secara sistematis dengan tujuaan menemukan dan menjelaskan hubungan antara objek dan peristiwa. Hal ini dicirikan dengan penggunaan urutan, proses yang dapat diulangi, reduksi objek penelitian ke dalam skala dan bentuknya yang sederhana,dan menggunakan kerangka logika untuk penjelasan dan ramalan. Lebih lanjut, Amien (1987: 126-127) menyatakan inkuiri adalah suatu perluasan proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa.


c. Bertanya


Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL (Depdikbud, 2002). Bertanta dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.


d. Masyarakat Belajar


Konsep masyarakat belajar (learning community) menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Blanchard (2001) menyatakan bahwa belajar bisa terjadi apabila proses komunikasi pembelajaran saling belajar. Dalam proses pembelajaran, tugas guru adalah menciptakan masyarakat belajar dengan membentuk kelompok belajar (kooperatif).


e. Pemodelan (Modeling)


Model ini bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu alat, mendemonsttrasikan karya baik tulis maupun benda, cara membuat makanan atau peralatan dan sebagainya. Menurut Bandura (dalam Kardi, 2000), belajar yang dialami manusia sebagian besar diperoleh dari suatu pemodelan, yaitu meniru prilaku dan pengalaman (keberhasilan dan kegagalan) orang lain.


f. Refleksi (Reflection)


Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari ataau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu, dan apa yang perlu dilakukan berikutnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima (Nurhadi, 20020.


g. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)


Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa (Kraf, 2000; Stiggis, 1994). Authentic Assesment dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan yang meliputi ranah, kognitif, dan psikomotor. Cord (2001) menyebutkan beberapa karakteristik authentic assesmant seperti; 1) dilaksanakan dana sudah proses pembelajaran berlangsung, 2) bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, 3) yang diukur keterampilan performansi, 4) berkesinambungan, 5) terintegrasi, dan 6) dapat digunakan sebagai umpan balik (feed back). Tugas seorang guru dalam proses pembelajaran adalah mengadakan penilaian yang sebenarnya yaitu menilai apa yang telah diketahui dan yang telah dikerjakan siswa selama proses pembelajaran. Secara garis besar implementasi CTL dalam kelas, langkah-langkahnya sebagai berikut; a) laksanakan sejauh mungkin kegiatan penemuan/inkuiri untuk semua topic, b) kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya, c) ciptakan “masyarakat belajar” (belajar dalam kelompok), d) hadirkan “model” sebagai contoh pembelajaran, e) lakukan refleksi di akhir pertemuan, f) lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.


 



3. Pengembangan Kompetensi Dasar Sains dan Kecakapan Hidup Melalui Pembelajaran Sains Kontekstual di Sekolah Dasar (SD)


Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direflesikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Depdikbud, 2002).


Ada beberapa kompetensi dasar yang diharapkan dikembangkan dalam pelajarran sains di SD yang mengandung pengetahuan dalam materi, sejumlah kemampuan atau keterampilan, dan sikap/nilai ilmiah yaitu :


a.       Melakukan pengukuran dasar dengan menggunakan alat ukur yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.


b.      Membedakan karakteristik zat padat, zat cair, dan gas.


c.       Mendeskripsikan prilaku dan karakteristik tata surya.


d.      Merencanakan .


 


Pembelajaran sains berbasis kontekstual (contextual teaching learning) adalah salah satu alternative yang diharapkan dan disarankan Depdiknas agar diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah termasuk pada pembelajaran sains. Hal ini disebabkan karena pendekatan kontekstual mampu mensinergikan mata pelajaran sains dengan kompetensi-kompetensi dasar yang diperlukan seseorang sebagai bekal hidup mereka (Depdiknas, 2002).


Implementasi pendekatan kontekstual di kelas dapat menggunakan berbagai model pembelajaran seperti : 1) Direct Instrucion (DI), yaitu model pembelajaran yang dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan procedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi  selangkah, 2) Cooperative Learning (CL) dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan ketrampilan social, 3) Problem Base Learning (PBL) dirancang untuk merangsang berpikir tingkat yang lebih tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya “ belajar bagaimana belajar” (learning how to learn).


Kecakapan hidup sebagai hasil pembelajaran, terdiri dari kecakapan hidup yang bersifat umum (general life skill) dan kecakapan hidup yang bersifat khusus (specific life skill) (Suderadjat, 2003: 15; Depdiknas, 2002). Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi empat jenis kecakapan, yaitu : 1) kecakapan personal (personal skill), yang mencakup kecakapan mengenal diri (self awareness) dan keecakapan berpikir rasional (rasional thinking); 2) kecakapan social (social skill); 3) kecakapan akademik (academic skill); 4) kecakapan vocasional (vocational skill).


Kecakapan social atau kecakapan antar personal mencakup komunikasi dengan empati dan kecakapan bekerjasama. Kemampuan berkomunikasi secara empati, penuh pengertian, dan seni komunikasi dua arah perllu ditekankan agar isi dan pesan yang disampaikan dapat diterima dengan kesan dengan baik sehingga dapat menumbuhkan hubungan harmonis.


Kecakapan hidup yang bersifat spesifik (specific life skill) diperlukan seseorang untuk menghadapi problema bidang khusus tertentu. Kecakapan hidup yang bersifat khusus biasanya disebut juga sebagai kompetensi teknis yang terkait dengan materi pelajaran tertentu dan pendekatannya. Ketrampilan proses sains ini merupakan keterampilan prasyarat yang harus dikuasai siswa dalam belajar sains. Keterampilan ini meliputi; keterampilan mengobservasi, mengukur, mengklasifikasi, menggambarkan grafik, melakukaan percobaan (Abruscato,1982). Kecakapan akademik yang sering juga disebut kemampuan berpikir ilmiah pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir rasional pada kecakapan hidup umum. Jika kecakapan hidup rasionaal masih bersifat umum, maka kecakapan hidup akademik sudah lebih mengarah kepada kegiatan yang bersifat akademik/keilmuan.


 


 

Post a Comment for "Contextual Teaching Learning (CTL)"