Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

BAB I


Pendahuluan


1.1 Latar Belakang


Bagaimana guru dapat memotivasi seluruh siswa mereka untuk belajar dan membentu saling belajar satu sama lain ? bagaimana guru dapat menyusun kegiatan kelas sedemikian sehingga siswa akan berdiskusi, berdebat, dan mengeluarkan ide-ide, konsep-konsep, dan keterampilan – keterampilan sehingga siswa benar-benar memahami ide, konsep, dan keterampilan tersebut ? bagaimana guru dapat memanfaatkan energi sosial seluruh rentang usia siswa yang begitu besar didalam kelas untuk kegiatan-kegiatan pembelajaran produktif ? bagaimana guru dapat mengorganisasikan kelas sehingga siswa saling mengjaga satu sama lain, saling mengambil tanggung jawab satu sama lain, dan belajar untuk menghargai satu sama lain terlepas dari suku, tingkat kinerja, atau ketidak mampuan karena cacat, ?


Jawabannya pertanyaan pertanyaan diatas adalah melalui model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran koperatif merupakan teknik-teknik kelas peraktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membentu siswanya belajar setiap mata pelajaran, melalui dari keterampilan-keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang komplek. Dalam model pembelajaran koperaktif, siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil saling membatu belajar satu sama lainnya. Kelompok-kelompok tersebut beranggotakan siswa dengan hasil belajar tinggi, rata-rata, dan rendah ; laki-laki dan perempuan, siswa dengan latar belakang suku berbeda yang ada dikelas dan siswa penyaandang cacat bila ada. Kelompok beranggota hiterogen ini tinggal bersama beberapa minggu, sampai mereaka dapat belajar bekerja sama dengan baik sebagai sebuah tim.


 


1.2 Rumusan Masalah


Adapun beberapa rumusan masalah yang akan penulis angkat adalah :




  1. Apakah Pembelajaran Kooperatif itu ?

  2. Apasajakah model-model pembelajaran kooperatif itu ?


1.3 Tujuan


Adapun beberapa tujuan dari pembuatan makalah ini adalah ;


1.      untuk mengetahui apakah pengertian pembelajaran kooperatif


2.      untuk mengetahui beberapa model-model  pembelajaran kooperatif.


 


BAB II


PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperaktif


Model pembelajaran koperatif merupakan teknik-teknik kelas peraktis yang   dapat digunakan guru setiap hari untuk membentu siswanya belajar setiap mata pelajaran. Dalam model pembelajaran koperaktif, siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil saling membatu belajar satu sama lainnya. Kelompok-kelompok tersebut beranggotakan siswa dengan hasil belajar tinggi, rata-rata, dan rendah , laki-laki dan perempuan, siswa dengan latar belakang suku berbeda yang ada dikelas dan siswa penyandang cacat bila ada.


Model pembelajar koperaktif menciptakan sebuah revolusi pembelajaran di dalam kelas. Sehingga tidak ada sebuah kelas yang sunyi selama proses pembelajaran dan dapat kita ketahui bahwa pembelajaran yang terbaik di tengah-tengah percakapan di antara siswa. Dengan menciptakan suatu lingkungan kelas baru tempat siswa secara rutin dapat membantu satu sama lain guna menuntaskan bahan ajar akademiknya.


Pembelajaran tim siswa ( Student team learning ) merupakan sebuah perangkat tehnik pengajaran peraktis yang melibatkan siswa dalam kegiatan-kegiatan kopratif disekitar pembelajaran mata pelajaran sekolah ini merupakan tehnik-tenik yang dikembangkan dan diteliti di John Hopkins Universiti. Tehnik-tehnik tersebut merupakan alternatif bagi pengajaran tradisional yang dapat digunakan sebagai alat permanen bagi pengorganisasian kelas agar dapat mengajar secara efektif berbagai macam mata pelajaran pada setiap kelas mulai dari kelas 2 sekolah dasar sampai keperguruan tinggi. Model pembelajaran tim siswa bukan merupakan satu-satunya model pembelajaran koperaktif yang digunakan secara luas. Model tersebut bersama-sama dengan model pembelajaran koperaktif yang lain menerapkan ide bahwa siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab terhadap pembelajarn teman sekelompoknya serta bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri. 3 (tiga) konsep berikut ini merupakan kunci utama bagi seluruh model pembelajaran tim siswa : penghargaan tim, tanggung jawab individual, dan kesempatan yang sama untuk berhasil


1.      penghargaan tim pembelajaran. Merupakan tim-tim yang dapat diberi sertivikat atau penghargaan tim –tim lainnya apabila mereka mencapai atau diatas keriteria yang diungkapkan.


2.      tanggung jawab indivudaul berarti bahwa keberhasilan tim tersebut tergantung pada hasil pembelajarn individual dari seluruh anggota tim.


3.      kesempatan yang sama untuk berhasil berarti bahwa siswa menyumbang kepada tim mereka dengan menyumbang kepada tim mereka dengan perbaikan tiatas kinerja meraka.


 


2.2 Model-Model Pembelajaran Kooperatif


Lima model pembelajar tim siswa  telah dikembangkan dan diteliti secara luas. Terdapat tiga model pembelajaran kooperatif umum yang cocok untuk hampir seluruh mata pelajaran dan tingkat kelas : Students-Teams-Achievement- Divisions (STAD), Team-Games-Tournament (TGT), dan Jigsaw II.  Dua yang lain merupakan kurikulum komprehensif yang dirancang untuk digunakan pada mata pelajaran tertentu pada tingkat kelas tertentu : cooperative integrative reading and compotian (CIRC) untuk pengajaran membaca dan menulis dikelas II – VIII dan Team Accelerativ Intrucstioan ( TAI) untuk matematika pada kelas III – VI. Model-model ini seluruhnya menerapkan penghargaan tim, tanggung jawab, dan kesempatan yang sama untuk berhasil, namun dilakukan dengan cara-cara berbeda.



Students-Teams-Achievement- Divisions (STAD),


Dalam STAD siswa dikelompokan dalam tim-tim pembelajaran dengan 4-anggota, anggota tersebut campuran ditinjau dari tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku. Guru mempersentasikan sebuah pelajaran dan kemudian siswa bekerja didalam tim-timnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menuntaskan pelajaran itu. Akhirnya, seluruh siswa dikenai kuis individual tentang bahan ajar tersebut, pada saat itu mereka tidak boleh saling membantu.


Skor kuis siswa dibandingkan dengan rata-rata skor mereka yang lalu, dan pon diberikan berdasarkan seberapa jauh siswa dapat menyamai atau melampaui kinerja mereka terdahulu. Poin-poin ini kemudian dijumlah untuk mendapatkan sekor tim, dan tim-tim  yang memenuhi kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau penghargaan lain.


STAD telah digunakan untuk setiap mata pelajaran dari kelas II sampai perguruan tinggi. STAD paling cocok untuk mengajarkan tujuan-tujuan yang terdefinisikan dengan jelas, seperti perhitungan dan penerapan matematika, penggunaan bahasa, mekanika, geografi, keterampilan membaca peta, dan konsep-konsep sains.


Ide utama di balik STAD adalah untuk memotivasi siswa saling memberi semangat dan membantu dalam menuntaskan keterampilan-keterampilan yang dipresentasikan guru. Bila siswa ingin tim mereka mendapat penghargaan tim mereka harus membantu teman satu tim dalam mempelajari bahan ajar tersebut. Mereka harus memberi semangat teman satu timnya yang melakukan yang terbaik,menyatakan norma bahwa belajar itu penting,bermanfaat,dan menyenangkan. Siswa bekerja sama setelah guru mempresentasikan pelajaran. Mereka dapat mendiskusikan perbedaan yang ada,dan saling membantu satu sama lain saat menghadapi jalan buntu. Mereka dapat mendiskusikanpendekatan-pendekatanyang dipakai untuk memecahkan masalah,atau mereka dapat saling memberikan kuis tentang materiyang sedang mereka pelajari.mereka mengajar teman timnya dan mengakseskekuatan dan kelemahan mereka untuk membantu agar mereka berhasil dalam kuis tersebut.


Meskipun siswa belajar bersama, mereka tidak boleh saling membantu dalam mengerjakan kuis. Tanggung jawab Individual ini memotivasi siswa melakukan sebuah pekerjaan tutorial dengan baik dan saling menjelaskan satu sama lain, mengingat satu-satunya cara tim tersebut berhasil jika seluruh anggota tim telah menuntaskan informasi atau ketrampilan yang sedang dipelajarinya. Semua siswa berpeluang menjadi ”Bintang” pada suatu minggu tertentu,dengan cara memperoleh skor baik diatas skor terdahulu atau dengan skor sempurna.skor sempurna selalu menghasilkan poin maksimum tidak memandang berapapun rata-rata skor terdahulu siswa.


STAD lebih merupakan sebuah metode pengorganisasian kelas umum dari pada sebuah metode komprehensif pengajaran mata pelajaran tertentu ;guru menggunakan rencana pembelajarannya sendiri dengan bahan-bahan lain. Dinegara maju, lembar kegiatan siswa dan kuis tersedia untuk hampir seluruh mata pelajaran dari kelas III-IX, namun kebanyakan guru dapat menggunakan bahannya sendiri untuk melengkapi atau mengganti sama sekali bahan-bahan yang sudah tersedia.


Teams-Games-Tournaments(TGT)


Teams-Games-Tournaments, yang mula-mula dikembangkan oleh David Devries dan Keith Edwards, merupakan model pembelajaran koperatif John Hopkins yang pertama. TGT menggunakan presentasi guru yang sama dan kerja tim seperti pada STAD, namun mengganti kuis dengan turnamen atau lomba mingguan. Dalam lomba itu siswa berkompetensi dengan anggota tim lain agar dapat menyumbangkan poin pada skor tim mereka. Siswa mengikuti lomba pada”meja-meja perlombaan”beranggotakan tiga orang melawan tim siswa lain dengan skor matematika yang terdahulu yang serupa. Pemenang pada tiap-tiap meja perlombaan memperoleh skor enam puluh bagi timnya, tanpa memandang dari meja mana kemenangan itu berasal, ini berarti siswa dengan hasil belajar rendah, dan siswa dengan belajar tinggi memiliki kesempatan yang sama untuk berasil.Seperti halnya pada STAD, tim-tim berkinerja tinggi mendapat sertifikat.


TGT memiliki dinamika motivasi sebanyak yang dimiliki STAD, hanya bedanya ditambah dengan satu dimensi kegembiraan yang terjadi karena penggunaan permainan teman sesama tim saling membantu menyiapkan permainan itu dengan mempelajari LKS dan saling menjelaskan masalah-masalahnya satu sama lain, namun apabila para siswa sedang bertanding, teman sesama tim tidak dapat membantunya, dengan demikian terjamin tanggung jawab individual.bahan-bahan yang sama yang digunakanpada STAD juga digunakan pada TGT, bedanya kuis-kuis STAD digunakan sebagai permainan dalam TGT. Banyak guru lebih menyukai TGT karena kegiatan yang menyenangkan tersebut, sementara guru-guru lain lebih menyukai kooperatif STAD karena dianggap lebih murni, dan sejumlah guru yang lain menggabungkan dua model tersebut.


 


Jigsaw II


Jigsaw II merupakan sebuah adaptasi dari teknik Jigsaw Elliot Aronson (1978). Dalam Jigsaw II,siswa bekerja dalam kelompok empat-anggota,yang sama dengan tim-tim heterogen seperti pada STAD dan TGT. Siswa ditugasi untuk membaca bab-bab atau buku-buku kecil,umumnya ilmu-ilmu sosial,biografi,atau materi lain yang bersifat memberi informasi. Setiap anggota tim secara acak ditugasi menjadi seorang “ahli” pada beberapa aspek dari tugas bacaan tersebut. Misalnya, dalam sebuah pokok bahasan tentang Mexico,seorang siswa pada tiap tim dapat menjadi ahli dalam sejarah, yang kedua dalam ekonomi, yang ketiga dalam geografi, dan yang keempat dalam budaya. Setelah membaca bahan tersebut, para ahli dari tim-tim yang berbeda bertemu untuk mendiskusikan topik mereka,dan kemudian kembali ke timnya untuk mengajarkan topik keahliannya kepada sesama teman anggota timnya sendiri. Akhirnya,ada sebuah kuis tentang seluruh topik tersebut. Penskoran dan penghargaan tim sama seperti pada STAD.


 


Team Accelerated Instruction (TAI)


Team Accelerated Instruction atau Team Assisted Individuallization (Slavin,Leavy,Maden,1986) memiliki persamaan dengan STAD dan TGT dalam penggunaan tim-tim pembelajaran empat anggota berkemampuan heterogen dan pemberian sertifikat untuk tim yang berkinerja tinggi.Bedanya bila STAD dan TGT menggunakan sebuah tatanan pengajaran tunggal untuk kelas,TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran individual.Disamping itu,bila STAD dan TGT diterapkan pada hampir semua kelas 3-4.


Pada TAI, siswa masuk dalam sebuah urutan kemampuan individual sesuai dengan hasil tes penempatan dan kemudian maju sesuai dengan kecepatannya sendiri.Pada umumnya,anggota tim bekerja pada unit-unit bahan ajar yang berbeda.Siswa saling memeriksa pekerjaan teman sesama tim dengan dipandu oleh lembar jawaban dan saling membantu dalam memecahkan setiap masalah. Tes unit akhir dikerjakan tanpa bantuan teman sesama tim dan diskor segera.


Karena siswa memiliki tanggung jawab untuk saling memeriksa pekerjaan mereka dan mengelola aliran bahan ajar,guru dapat menggunakan sebagian besar waktu pelajaran untuk mempresentasikan pelajaran kepada kelompok-kelompok kecil siswa yang berasal, dari berbagai tim yang sedang bekerja pada pokok bahasan yang sama pada urutan pelajaran matematika. Misalnya, guru dapat memanggil siswa-siswa yang sedang bekerja pada pokok bahasan desimal, mempresentasikan sebuah pelajaran tentang desimal, dan kemudian meminta siswa-siswa tersebut kembali ketim mereka untuk mengerjakan masalah desimal. Kemudian guru dapat memanggil siswa yang sedang bekerja pada pokok bahasan pecahan, dan seterusnya.


TAI memiliki dinamika motivasi sebanyak yang memiliki STAD dan TGT.Siswa terdorong dan saling membantu satu sama lain agar berhasil karena mereka ingin tim mereka berhasil. Tanggung jawab individual terjamin karena satu-satunya skor yang diperhitungkan adalah skor tes final, dan siswa mengerjakan tes tersebut tanpa bantuan teman sesama tim. Siswa memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil karena semua siswa telah ditempatkan sesuai dengan tingkat pengetahuan awal mereka.


Bagaimana pun juga, individualisasi yang merupakan bagian dari TAI tersebut membuat TAI jelas berbeda dari STAD dan TGT. Dalam pelajaran hampir seluruh konsep dibangun diatas konsep sebelumnya. Bila konsep-konsep sebelumnya tersebut belum dikuasai, konsep-konsep berikutnya akan sulit atau tidak mungkin dipelajari seorang siswa yang tidak dapat mengurangi atau mengalilkan akan gagal memahami pembagian panjang,seorang siswa yang tidak memahami konsep-konsep pecahan akan gagal untuk memahami apakah suatu desimal itu,dan seterusnya. Dalam TAI, siswa bekerja pada kecepatan mereka sendiri, sehingga apabila mereka lemah dalam keterampilan-keterampilan prasyarat mereka, mereka terlebih dahulu dapat membangun sebuah landasan kuat berupa keterampilan prasyarat tersebut sebelum mereka belajar pokok bahasan lebih tinggi.


 


Cooperatif Integrated Reading and Composition (CIRC)


CIRC merupakan suatu program komperhesif untuk pengajaran membaca dan menulis pada kelas-kelas tinggi sekkolah dasar dan sekolah menengah pertama (Maden,Stevens,& Slavin,1986). Pada, dalam mengajar membaca, guru mengajar siswa yang baru belajar pembaca dan menerapkan kelompok-kelompok membaca, mirip seperti program-program membaca tradisional. Bedanya, siswa-siswa ditempatkan ke dalam tim-tim yang tersusun dari pasangan-pasangan siswa dari dua kelompok membaca yang berbeda. Siswa-siswa dalam kelompok lain sedang bekerja dengan pasangan-pasangan mereka pada suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan ranah kognitif, termasuk saling membacakan satu sama lain, membuat prediksi-prediksi tentang bagaimana cerita-cerita naratif akan muncul, saling menyampaikan ikhtisar cerita-cerita, menulis tanggapan-tanggapan terhadap cerita-cerita, dan praktek pengejaan, penguraian arti, dan kosa kata. Siswa bekerja dalam tim untuk menuntaskan ide-ide utama dan keterampilan-keterampilan pemahaman yang lain.


Pada kebanyakan aktivitas CIRC, siswa mengikuti urutan intruksi guru, latihan tim, asesmen awal tim, dan kuis. Siswa tidak akan diberi kuis sampai teman sesama timnya menentukan bahwa mereka siap. Penghargaan tim berupa sertifikat yang diberikan kepada tim berdasarkan kinerja rata-rata dari semua anggota tim pada semua kegiatan membaca dan menulis tersebut. Kaerena siswa bekerja pada bahan yang sesuai dengan tingkat membaca mereka, mereka memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil.


BAB III


PENUTUP


3.1 Simpulan


Berdasarkan keseluruhan makalah ini penulis dapat menyimpulkan bahwa Model pembelajaran koperatif merupakan teknik-teknik kelas peraktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membentu siswanya belajar setiap mata pelajaran, melalui dari keterampilan-keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang komplek. Dalam model pembelajaran koperaktif, siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil saling membatu belajar satu sama lainnya. Kelompok-kelompok tersebut beranggotakan siswa dengan hasil belajar tinggi, rata-rata, dan rendah ; laki-laki dan perempuan, siswa dengan latar belakang suku berbeda yang ada dikelas dan siswa penyaandang cacat bila ada. Kelompok beranggota hiterogen ini tinggal bersama beberapa minggu, sampai mereaka dapat belajar bekerja sama dengan baik sebagai sebuah tim.


 


3.2 Saran


Adapun saran yang penulis dapat sampaikan adalah bagaimana guru harus mempunyai ide-ide kereatif untuk dapat menyusun kegiatan kelas sedemikian sehingga siswa akan berdiskusi, berdebat, dan mengeluarkan ide-ide, konsep-konsep, dan keterampilan – keterampilan sehingga siswa benar-benar memahami ide, konsep, dan keterampilan tersebut. Guru dapat memanfaatkan energi sosial seluruh rentang usia siswa yang begitu besar didalam kelas untuk kegiatan-kegiatan pembelajaran produktif. Guru dapat mengorganisasikan kelas sehingga siswa saling mengjaga satu sama lain, saling mengambil tanggung jawab satu sama lain, dan belajar untuk menghargai satu sama lain.


 


 


Daftar Pustaka



Nur Mohamad. 2005 Pembelajaran Kooperatif. Departeman pendidikan dan kebudayaan. Jawa timur


 


 





 

Post a Comment for "PEMBELAJARAN KOOPERATIF"