Metode Pemberian Balikan, Contoh PTK
Table of Contents
Metode Pemberian Balikan, Contoh PTK
A. Pemberian Balikan
- Pengertian
Dengan mengutip beberapa pandangan, Rustiyah (1991:23)
mengemukakan tentang pengertian pemberian balikan sebagai berikut:
a.
Menurut Cardelle dan Corno, pemberian balikan adalah
pemberian informasi kepada siswa tentang hasil kerjanya dalam mengerjakan tes
atau latihan (Rustiyah, 1991:23).
b.
Menurut Daw dan Gage, pemberian balikan adalah
pemberian informasi kepada peserta didik sampai sejauh mana ia telah mencapai
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Rustiyah, 1991:23).
Baca Juga
c.
Menurut Kulik dan Kulik, pemberian balikan adalah
pemberian informasi kepada siswa seberapa jauh ia talah memahami isi
pembelajaran sesuai dengan tes dan latihan yang diberikan guru kepadanya
(Rustiyah, 1991:23).
d.
Measn, dkk, memberi defisini pemberian balikan adalah
suatu komunikasi antara guru dan siswa dalam hal memudahkan siswa memperbaiki
kekurangannya dalam proses pembelajaran (Rustiyah, 1991:23).
e.
Sedangkan menurut Rochim dan Thomson, pemberian balikan
adalah pemberian informasi kepada siswa tentang pemahamannya dalam mengerjakan
tes atau latihan setelah menyelesaikan suatu topik atau satu sub pokok bahasan
yang diberikan guru setelah selang waktu tertentu (Rustiyah, 1991:23).
f.
Anderson dan Faust memberi pengertian, pemberian
balikan adalah salah satu cara untuk memudahkan siswa belajar, yaitu memberi
informsi kepada siswa tentang hasil kerjanya dalam mengerjakan tes atau latihan
(Rustiyah, 1991:23).
g.
Menurut Hill, pemberian balikan adalah merupakan interaksi
antara guru dan siswa yang digunakan sebagai korekasi terhadap jawaban siswa
dalam mengerjakan tes atau latihan agar siswa tahu apakah jawabannya dalam
mengerjakan tes atau latihan menjawab soal-soal itu benar atau salah (Rustiyah,
1991:23).
h.
Benne, dkk, (1975) menyatakan bahwa dengan pemberian
balikan siswa akan mengetahui kesalahan/kekurangan dan penilain serta komentar
yang diberikan oleh guru tentang tampilannya dalam mengerjakan tes atau latihan
dengan maksud agar memudahkan siswa dalam memperbaikinya (Rustiyah, 1991:23).
i.
Skodmore, dkk. mendefinisikan pemberian balikan adalah
informasi yang diberikan kepada siswa setalah ia memberikan respon atas tes
atau latihan yang diberikan guru setelah melakukan proses pembelajaran sesuai
denga program yang dirancang oleh guru (Rustiyah, 1991:23).
Berdasarkan makna pengertian pemberian balikan dalam
pembelajaran, secara teoritis seperti yang telah diuraikan di atas dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Pemberian balikan adalah informasi atau pemberitahuan
guru kepada siswa baik secara lisan atau tertulis terhadap salah benarnya
jawaban siswa dari hasil dalam mengerjakan tes atau latihan setelah selesai
mengikuti program pembelajaran yang dirumuskan oleh guru dengan tujuan agar
siswa terangsang atau termotivasi untuk berusaha merespon mencari pembetulan.
- Langkah Pemberian Balikan
Menurut Rustiyah (1991:24) ada dua cara pemberian
balikan, sebagia berikut:
a.
Pemberian Balikan Secara Simbol
Pemberian balikan secara simbol adalah pemberian
informasi guru kepada siswa secara tertulis yang dituangkan pada lembar jawaban
hasil kerja siswa dalam mengerjakan tes atau latihan, dengan memberikan tanda
benar (B) pada jawaban yang benar, dan memberikan tanda salah (S) pada jawaban
yang salah tanpa memberikan keterangan apapun.
Tanda-tanda tersebut sebagai simbol apakah pekerjaan
siswa benar atau salah.
b.
Pemberian Balikan Secara Ekspositorik
Pemberian balikan secara ekspositorik, adalah
pemberian informasi guru kepada siswa secara tertulis yang dituangkan pada
lembar jawaban hasil kerja siswa dalam mengerjakan tes atau latihan, yaitu
dengan memberikan tanda benar (B) pada jawaban yang benar, dan memberikan tanda
salah (S) pada jawaban yang salah dan sekaligus memberi penjelasan
singkat/terperinci atas kesalahannya dan petunjuk perbaikan serta buku sumber
acuannya agar siswa dapat memperbaiki kekurangannya dan kesalahannya yang telah
diperbuatnya.
Catatan yang diberikan oleh guru (pada umumnya untuk
jawaban yang salah) dapat diberikan dengan jelas atau petunjuk lain yang dapat
membantu siswa memperbaiki pekerjaannya yang salah.
Pembelajaran dengan cara memberikan balikan baik
secara simbol maupun secara ekspositorik dari guru kepada siswa agar memudahkan
siswa untuk memperbaiki kesalahan yang telah diperbuatnya dan diprediksi dapat
berpengaruh positif terhadap peningkatan perolehan hasil belajar.
c.
Kebijaksanaan Pemberian Balikan
Pemberian balikan dalam bentuk informasi atau
pemberitahuan dari guru kepada siswa tentang kekurangan-kekurangannya atau
tentang kesalahan-kesalahannya terhadap hasil kerjanya dalam menjawab tes atau
latihan setelah selesai mengikuti eksperimen dalam pembelajaran, yang
pengaruhnya dapat menimbulkan reaksi minimal tiga kemungkinan pada diri siswa.
Kemungkinan yang timbul dalam pemberian balikan dapat
menjadikan siswa apatis, patah semangat, atau patah hati, dan menjadi pendorong
semangat belajar. Hal demikian tergantung kebijaksaan atau kepandaian akal budi
sang guru dalam memberikan balikan. Cara pemberi balikan dapat bersifat positif
dan dapat negative. (Jarolimek dan Foster, 1978; Rustiyah, 1991:27).
Pemberian balikan yang bersifat positif dikandung
maksud informasi atau pemberitahuan terhadap kesalahan-kesalahan atau
kekurangan-kekurangan yang diperbuat oleh siswa, baik yang lisan maupun yang
tertulis pada lembar jawaban siswa hsil pengerjaan tes atau latihan seharusnya
balikan yang bersifat membangun, harus merupakan balikan yang bersifat
konstruktif yaitu informasi atau pemberitahuan yang disampaikan guru kepada
siswa harus mampu memberikan dorongan atau motivasi berhasil yang dapat
membangkitkan semangat dan kerja keras dalam diri siswa untuk lebih giat
berusaha belajar memperbaiki kekurangan-kekurangannya dan
kesalahan-kesalahannya yang telah diperbuatnya. Karenanya informasi atau
pemberitahuan itu harus dilaksanakan dengan seksama, bersifat pujian, jelas,
cermat, dan spesifik, mudah dipahami siswa, sehingga siswa tergerak jiwanya
untuk berusaha memperbaikinya. Adapun sebaliknya pemberian balikan yang
bersifat negative adalah balikan yang bersifat destruktif atau balikan yang
bersifat merusak yaitu informasi atau pemberitahuan guru kepada siswa terhadap
kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya yang disampaikan dengan nada
kecaman, cemoohan, penghinaan, lebih-lebih diikuti dengan rasa emosional guru
dengan marah-marah. Tindakan yang demikian dapat menimbulkan:
1)
Rasa apatis pada diri siswa, siswa menjadi masa bodoh
terhadap pelajaran yang diberikan oleh guru.
2)
Rasa patah hati, patah semangat pada diri siswa,
sehingga siwa menjadi tidak mau belajar lagi terhadap pelajaran yang telah
diberikan oleh guru. Guru yang bijaksana adalah guru yang selalu menggunakan
akal budinya untuk memberikan balikan yang bersifat konstruktif, dan selalu
menghindari pemberian balikan yang bersifat destruktif atau balikan yang
bersifat merusak terhadap hasil pekerjaan siswa dalam mengerjakan tes atau
latihan. Pemberian balikan harus mampu mendorong siswa untuk lebih bersemangat
lagi dalam meningkatkan belajarnya.
B. Konsep Motivasi
Pengajaran tradisional menitik beratkan pada metode
imposisi, yakni pengajaran dengan cara menuangkan hal-hal yang dianggap penting
oleh guru bagi murid (Hamalik, 2002:157). Cara ini tidak mempertimbangkan
apakah bahan pelajaran yang diberikan itu sesuai atau tidak dengan kesanggupan,
kebutuhan, minat, dan tingkat kesanggupan, serta pemahaman murid. Tidak pula
diperhatikan apakah bahan-bahan yang diberikan itu didasarkan atas motif-motif
dan tujuan yang ada pada murid.
Sejak adanya penemuan-penemuan baru dalam bidang
psikologi tentang kepribadian dan tingkah laku manusia, serta perkembangan
dalam bidang ilmu pendidikan maka pandangan tersebut kemudian berubah. Faktor
siswa didik justru menjadi unsur yang menentukan berhasil atau tidaknya
pengajaran berdasarkan “pusat minat” anak makan, pakaian, permainan/bekerja.
Kemudian menyusul tokoh pendidikan lainnya seperti Dr. John Dewey, yang
terkenal dengan “pengajaran proyeknya”, yang berdasarkan pada masalah yang
menarik minat siswa, sistem perekolahan lainnya. Sehingga sejak itu pula para
ahli berpendapat, bahwa tingkah laku manusia didorong oleh motif-motif
tertentu, dan perbuatan belajar akan berhasil apabila didasarkan pada motivasi
yang ada pada murid. Murid dapat dipaksa untuk mengikuti semua perbuatan,
tetapi ia tidak dapat dipaksa untuk menghayati perbuatan itu sebagaimana
mestinya. Seekor kuda dapat digiring ke sungai tetapi tidak dapat dipaksa untuk
minum. Demikian pula juga halnya dengan murid, guru dapat memaksakan bahan
pelajaran kepada mereka, akan tetapi guru tidak mungkin dapat memaksanya untuk
belajar belajar dalam arti sesungguhnya. Inilah yang menjadi tugas yang paling
berat yakni bagaimana caranya berusaha agar murid mau belajar, dan memiliki
keinginan untuk belajar secara kontinyu.
C. Pengertian Motivasi
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan sesuatu, atau keadaan seseorang atau organisme
yang menyebabkan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau
perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif
menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah
lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2001:28).
Sedangkan menurut Djamarah (2002:114) motivasi adalah
suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk
aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi
sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar
tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Nur (2001:3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar
sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari
materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan
lebih baik.
Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong
seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
D. Macam-macam Motivasi
Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
- Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam
individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain
sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau
belajar (Usman, 2001:29).
Sedangkan
menurut Djamarah (2002:115), motivasi instrinsik adalah motif-motif yang
menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam
setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1997:105) ada
beberapa strategi dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa.
b.
Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran
sebatas yang pokok.
c.
Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk
mengerjakan tugas dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.
d.
Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas
pekerjaannya.
e. Meminta siswa untuk menjelaskan hasil
pekerjaannya.
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul
dari dalam individu yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar.
Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya maka secara sadar akan
melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.
- Motivasi Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari
luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang
lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu
atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang
tuanya agar mendapat peringkat pertama dikelasnya (Usman, 2001:29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002:117), motivasi
ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah
motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
Beberapa
cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik
antata lain:
a. Kompetisi (persaingan): Guru berusaha
menciptakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya,
berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi
prestasi orang lain.
b. Pace
Making (membuat tujuan
sementara atau dekat): Pada awal kegiatan belajar mengajar guru, hendaknya
terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa TIK yang akan dicapai sehingga dengan
demikian siswa berusaha untuk mencapai TIK tersebut.
c. Tujuan yang jelas: Motif mendorong
individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan
bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakukan
sesuatu perbuatan.
d. Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan
dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri,
sedangkan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru
hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan
usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
e. Minat yang besar: Motif akan timbul jika
individu memiliki minat yang besar.
f.
Mengadakan
penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan
memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak siswa
yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan
bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan
menghafal agar ia mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu
merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.
Dari uraian
di atas diketahui bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari
luar individu yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, misalnya
adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.
E. Motivasi Siswa dalam Belajar
Seseorang belajar tidak ditentukan oleh
kekuatan-kekuatan yang datang dari dalam dirinya, atau oleh stimulus yang
datang dari dalam dirinya, atau oleh stimulus-stimulus yang datang dari
lingkungan, akan tetapi merupakan interaksi timbal balik dari
determinan-determinan individu dan determinan-determinan lingkungan (Bandura,
1977:11-12). Belajar merupakan perubahan perilaku seseorang melalui latihan dan
pengalaman, motivasi akan memberi hasil yang lebih baik terhadap perbuatan yang
dilakukan seseorang. Hasil belajar dapat diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan, perubahan yang lebih baik dibandingkan
sebelumnya, misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak santun menjadi
santun.
F. Pengertian Belajar
Belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan,
keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai dari masa kecil sampai akhir hayat
seseorang. Rasulullah SAW., menyatakan dalam salah satu hadistnya bahwa manusia
harus belajar sejak dari ayunan hingga liang lahat. Orang tua wajib
membelajarkan anak-anaknya agar kelak dewasa ia mampu hidup mandiri dan
mengembangan dirinya, demikian juga sebah sya’ir Islam dalam baitnya berbunyi;
“belajar sewaktu kecil ibarat melukis di atas batu”. Neisser (1976) menyebutkan
bahwa anak-anak membutuhkan pengetahuan awal, dan memiliki keyakinan,
kepercayaan yang masih semu, di samping itu anak-anak memiliki banyak
pengharapan akan sesuatu, pada masa itu anak-anak membutuhkan banyak belajar
dan memungkinkan memberi pengetahuan kepadanya(Yamin, 2003:97).
Para ahli ilmu jiwa pendidikan menekankan supaya
pembentukan perilaku yang baik sudah dimulai membiasakan tidur lebih cepat,
belajar renang, lari, olah raga, membiasakan agar jangan meludah di tempat
umum, jangan membelakangi di mana ada orang lain, jangan berdusta, jangan suka
bersumpah, baik benar ataupun salah, menghormati kedua orang tua, menghormati
orang yang lebih tua, menyayangi adik-adik yang umur dibawanya. Kebiasaan sehat
seperti ini lebih tepat ditanam pada usia masih kecil, pepatah mengatakan “masa
kecil terbiasa dan dewasa terbawa-bawa”. Bagaimana bentuk seorang anak,
begitulah hantinya setelah dewasa. Ada suatu kewajiban bagi seorang guru
sewaktu memberi pelajaran untuk merubah perilaku dengan mengaitkan materi budi
pekerti, moral, akhlak, agar siswa terbiasa dengan yang baik dan benar, pada
intinya pembelajaran merubah perilaku siswa kepada yang baik dan benar.
Al Gazali dalam bukunya “Ihyaa ‘Ulumuddin”, Jilid III
halaman 63 menyebutkan anak-anak harus sejak kecilnya dibiasakan kepada adat
kebiasaan yang terpuji sehingga menjadi kebiasaan bila ia sudah dewasa,
demikian juga antara lain:Melatih anak-anak adalah suatu hal yang terpenting
dan perlu sekali. Anak-anak adalah suatu hal yang terpenting dan perlu sekali.
Anak-anak adalah amanah di tangan ibu-bapaknya, hatinya masih suci ibarat
permata yang mahal harganya, maka apabila ia dibiasakan pada suatu yang baik
dan dididik, maka ia akan besar dengan sifat-sifat baik serta akan berbahagia
dunia akhirat. Sebaliknya jika terbiasa dengan sifat-sifat buruk, tidak
dipedulikan seperti halnya hewan, ia akan hancur dan binasa. Pemeliharaan ayah
dan ibu terhadap anaknya ialah dengan jalan mendidik, mengasuh dan mengajarnya
dengan akhlak atau moral yang tinggi dan menyingkirkannya dari teman-teman yang
jahat. Di saming itu Al Gazali mengatakan meskipun pada anak-anak menampakkan
tanda-tanda kecerdasan, perlu penjagaan, pengawasan yang baik, manakala ayah,
ibunya lalai dalam memelihara bakat itu, kecerdasan yang merupakan potensi,
bakat tadi akan sirna (Yamin:2003:98).
Ahli ilmu jiwa anak mengatakan jangalah terlalu sering
memaki, mencela anak-anak setiap kali yang mengakibatkan ia menganggap enteng
tiap-tiap celaan dan tarus melakukan kejahatan-kejahatan, dan hilanglah
pengaruh nasehat dalam hatinya. Ayah, ibu harus memelihara janji-janji dengan
anak, manakala janji dilanggar akan membuatkan anak-anak tidak memiliki
kepercayaan terhadap ayah dan ibu.
Proses belajar telah dimulai sejak kecil, pada umur
1,6 s.d . 7 tahun. Masa ini menurut Ph. A. Kohnstamm adalah masa estetika/masa
keindahan, anak memandang dan mengamati dunia sekelilingnya dengan suatu
keindahan (Yamin, 2003:99). Ia asyik dan tenggelam dalam bermain, mendengar
cerita yang sesuai dengan fantasinya, dan mencoba mengenal benda-benda yang ada
di sekitarnya dan tertarik terhadap benda-benda yang warna mencolok, aneh
menurutnya, dan berusaha untuk mengenalinya.
Pada usia dini anak-anak banyak bertanya tetang apa
yang ia lihat dan belajar mengenali sesuatu melalui lingkungannya, seperti anak
ingin tahu tentang kelapa, ia bertanya kepada ibu, “ini apa, bu?”, tentu sang
ibu menjawa; “ini kelapa”, kemudian anak bertanya lagi, “itu apa?”, ibu
menjawab “kelapa”, yang tadi kelapa hijau, dan ini kelapa kuning”, pertanyaan
anak anak berlanjut terus, aya, ibu, dan orangtua memiliki peran besar dalam
membimbing, mengarahkan belajar anak pada usia ini (ayah, ibu, dan keluarga
merupakan pendidik utama). Jika pertanyaan anak tidak dijawab, pengalamannya
tidak bertambah. Peran aktif ayah, ibu, dan orang tua diharapkan sewaktu
mengajak anak bermain-main, ayah, ibu, kakak, kakek, dan nenek lebih banyak
mengenalkan sesuatu kepada anak, walaupun anak tidak bertanya, kita yang
melempar pertanyaan kepadanya, seperti; “itu apa?’, “itu ayam”, penjelasan
tentang sesuatu sebaiknya diulang, seperti; ayam, dan sebagainya.
Gagne (1984) mendefinisikan belajar sebagai suatu
proses di mana organisma berubah perilakunya diakibatkan pengalaman. Demikian
juga Harold Spear mendefinisikan bahwa belajar terdiri dari pengamatan,
pendengaran, membaca, dan meniru (Yamin, 2003:99).
Definisi belajar di atas ini mengandung pengertian
bahwa belajar adalah perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia
dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru. Manusia adalah
makhluk yang berbudaya, berfikiran moderen, cekatan, pandai, dan bijaksana
diperdapat melalui proses membaca, melihat, mendengar, dan meniru. Seseorang
umpamanya belajar dengan mengagumi suatu objek, figure melalui bacaan,
pengamatan, dan pendengaran yang kemudian disenangi dan dikaguminya seperti tertarik
pada keindahan, kerapian, kedamaian objek, demikian pula seorang figure atau
tokoh yang dikenal melalui pengamatan, bacaan, drama, sineron dan figure tadi
memiliki pengaruh terhadap masyarakat lain karena dia berkata benar, logis dan
nyata, maka pengamat yang tertari itu berupaya untuk meniru dan mengikutinya.
G. Prestasi Belajar
Prestasi
Belajar adalah suatu hasil yang dicapai setelah ia melalui suatu proses belajar
yang berwujud angka simbol-simbol yang menyatakan kemampuan siswa dalam suatu
materi pelajaran tertentu.
- Faktor yang mempengaruhi prestasi
Menurut Ahmadi dan Supriyanto (1990:130), prestasi
belajar dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain faktor internal dan faktor
eksternal. Dan untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
Yang tergolong faktor internal adalah faktor yang
berasal dari dalam diri individu yang terdiri dari:
- Faktor jasmaniah
Yaitu faktor yang sifatnya bawaan atau yang diperoleh,
misalnya penglihatan, pendengaran struktur tubuh.
- Faktor Psikologis terdiri atas:
a.
Faktor
intelektif yang meliputi kecerdasan, kecapakan yang dimiliki
b. Faktor
non-intelektif yang meliputi unsur kepribadian, kebiasaan, emosi minat,
motivasi.
c.
Yang tergolong faktor eksternal adalah
Faktor
sosial yang terdiri atas:
1) Lingkungan
keluarga
2) Lingkungan
sekolah
3) Lingkungan
masyarakat
4) Lingkungan
kelompok
d. Faktor budaya seperti adat istiadat, dan
kesenian
Faktor-faktor
tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak langsung dalam
mencapai prestasi belajar. Dan sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa prestasi
belajar adalah suatu hasil yang dicapai siswa melalui proses belajar yang
berwujud angka atau simbol yang menyatakan kemampuan siswa dalam suatu materi
pelajaran tertentu.
Di dalam
proses belajar itupun ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) faktor
stimulus belajar, (1) faktor metode belajar, (3) faktor individual. (Ahmadi dan
Supriyanto 1990:131). Berikut ini diuraikan secara garis besar mengenai ketiga
macam faktor tersebut:
1) Faktor Stimulus Belajar
Yang dimaksudkan dengan stimulus
belajar disini yaitu segala hal diluar individu untuk mengadakan reaksi atau
perbuatan belajar stimulus dalam hal ini mencakup material, penguasaan serta
suasana lingkungan eksternal yang harus diterima dan dipelajari oleh siswa.
2) Faktor-faktor Metode Belajar
Metode
mengajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi metode balajar yang dipakai
oleh siswa. Dengan perkataan lain, metode yang diakai oleh guru menimbulkan
perbedaan bagi proses belajar.
3) Faktor-faktor individual
Faktor
indivual ini sangat besar pengaruhnya terhadap belajar seseorang. Adapun faktor
individual ini menyangkut hal sebagai berikut:
Motivasi,
motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motif dan tujuan, sangat
mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar, motivasi adalah penting bagi proses
belajar, karena motivasi menggerakkan organisme, mengarahkan tindakan serta
memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi kehidupan individu.
Dengan
telah diketahuinya bermacam-macam prestasi belajar, dan faktor-faktor belajar
yang mempengaruhi siswa maka dapat disimpulkan bahwa siswa masing-masing
memunyai cara belajar dan sifat yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang
mereka masing-masing dan tentunya akan mengakibatkan prestasi belajar yang
diperoleh mereka berbeda.
Post a Comment