Contoh Best Practice Bimbingan Dan Konseling Smp
Table of Contents
Contoh Best Practice Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Pertama – Bagi bapak dan ibu guru di banyak sekali daerah, dikala ini sedang berlangsung acara PKP (Pengembangan Kompetensi Pembelajaran) berbasis zonasi. Salah satu kiprah yang harus dilengkapi salah satunya ialah membuat best practice.
Rekomendasi Bacaan :
- Contoh
Best Practice dan PTK
- Contoh Best Practice Ipa Smp
- Contoh Best Practice Pkp Bahasa Indonesia Smp
- Contoh Best Practice Bimbingan Dan Konseling Smp
- Contoh Best Practice Seni Budaya Smp
- Contoh Best Practice Bahasa Inggris Smp
- Contoh Best Practice Penjaskes Smp
- Contoh Best Practice Matematika Smp
- Prediksi Soal Post Test Pkp Berbasis Zonasi
- Lembar Kerja (Lk) Pkp Mata Pelajaran Ips Smp
Mungkin ada rekan-rekan guru yang belum mengetahui apa itu best practice?. Best Practice ialah Salah satu jenis karya tulis yang disarankan untuk dibentuk oleh pendidik atau tenaga kependidikan.
Best Practice ialah sebuah karya tulis yang menceritakan pengalaman terbaik dalam menuntaskan sebuah permasalahan yang dihadapi oleh pendidik atau tenaga kependidikan sehingga bisa memperbaiki mutu layanan pendidikan dan pembelajaran.
Best Practice tidak selalu identik dengan hal-hal yang besar dan revolusioner yang dilakukan oleh pendidik atau tenaga kependidikan dalam menuntaskan masalah, tetapi bisa juga melalui sebuah hal kecil, penerapan alternatif-alternatif pemecahan duduk masalah yang sederhana, tetapi efektif dan dampaknya terasa oleh sekolah.
Sistematika penulisan Best Practice tentu berbeda dengan makalah atau skripsi, berikut sistematika penulisan best practice :
A. Latar Belakang Masalah,
B. Identifikasi Masalah,
C. Tujuan,
D. Hasil yang Diharapkan,
E. Pelaksanaan dan Hasil Penyelesaian Masalah, dan
F. Simpulan dan Saran.
Berikut ini kami berikan pola best practice untuk guru Bimbingan dan Konseling jenjang Sekolah Menengah Pertama :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran Bimbingan dan Konseling merupakan proses yang dirancang dengan tujuan untuk membuat suasana lingkungan yang memungkinkan akseptor didik melakukan acara penyesuaian berguru di lingkungan sekolah yang baru, sehingga pemahaman Pembiasaan belajaratau sanggup dilakukan dengan baik dan hasil berguru yang optimal oleh akseptor didik.
Dalam praktik pembelajaran Kurikulum 2013 yang penulis lakukan selama ini, penulis memakai pedoman POP bimbingan dan konseling . Penulis meyakini bahwa buku tersebut sudah sesuai dan baik dipakai di kelas sebab diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ternyata, dalam praktiknya, penulis mengalami beberapa kesulitan ibarat bahan dan kiprah tidak sesuai dengan latar belakang akseptor didik. Selain itu, penulis masih berfokus pada penguasaan pengetahuan kognitif yang lebih mementingkan hafalan materi. Dengan demikian proses berpikir siswa masih dalam level C1 (mengingat), memahami (C2), dan C3 (aplikasi). Guru hampir tidak pernah melakukan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills/ HOTS). Penulis juga jarang memakai media pembelajaran. Dampaknya, suasana pembelajaran di kelas kaku dan belum dewasa tampak tidak ceria.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa akseptor didik diperoleh isu bahwa (a) siswa malas mengikuti pembelajaran yang banyak dilakukan guru dengan cara ceramah (b) selain ceramah, metode yang selalu dilakukan guru ialah penugasan atau Pekerjaan Ruamh (PR). Sebagian akseptor didik mengaku jenuh dengan tugas-tugas yang hanya bersifat teoritis. Tinggal menyalin dari buku teks atau mencontoh temanya.
Untuk menghadapi kala Revolusi Industri 4.0, akseptor didik harus dibekali keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills). Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada HOTS dan disarankan dalam implementasi Kurikulum 2013 ialah model pembelajaran berbasis duduk masalah (problem based learning/PBL. PBL merupakan model pembelajaran yang mengedepankan taktik pembelajaran dengan memakai duduk masalah dari dunia kasatmata sebagai konteks siswa untuk berguru wacana cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari bahan yang dipelajarinya. Dalam PBL siswa dituntut untuk bisa memecahkan permasalahan kasatmata dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual). Dengan kata lain, PBL membelajarkan akseptor didik untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mencari dan memakai sumber pembelajaran yang sesuai untuk memecahkan duduk masalah yang dihadapi.
Setelah melakukan pembelajaran Bimbingan dan Konseling dengan model PBL, penulis menemukan bahwa proses dan hasil berguru akseptor didik meningkat. Lebih cantik dibandingkan pembelajaran sebelumnya. Ketika model PBL ini diterapkan pada kelas VIIyang lain ternyata proses dan hasil belalajar peserta didik sama baiknya. Praktik pembelajaran PBL yang berhasil baik ini penulis simpulkan sebagai sebuah best practice (praktik baik) pembelajaran berorientasi HOTS dengan model PBL.
B. Jenis Kegiatan
Kegiatan yang dilaporkan dalam laporan best practiceini ialah acara pembelajaran Bimbingan dan Konseling Kelas VIII Kompetensi Dasar Belajar kelompok yang efektif.
C. Manfaat Kegiatan
Manfaat penulisan best practiceini ialah meningkatkan kompetensi akseptor didik dalam pembelajaran Bimbingan dan Konseling Kelas VIII B pada Kompetensi Dasar Belajar kelompok yang efektif. secara optimal yang berorientasi HOTS.
Bagi bapak dan ibu guru bimbingan dan konseling yang ingin mengunduh pola best practice bimbingan dan konseling Sekolah Menengah Pertama silakan
Sumber : Taufik Arif Mardianto, S.Pd Guru SMPN 1 Gabuswetan
Post a Comment